Jaman Edan

Ronggowarsito, seorang pujangga akhir Jawa sekaligus santri Kyai Ageng Hasan Besari, pernah menulis tentang jaman edan. Sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Istilah itu kebetulan mengingatkan saya soal materi intensif bahasa Arab yang pernah diajarkan di kampus; sebuah cerita pendek. Menurut saya ceritanya agak konyol, tapi justru karena sifat konyol dan ghoiru mafhum-nya, cerita itu jadi pantas untuk menggambarkan keadaan jaman edan. Kira-kira demikian terjemahannya:

***

Konon di sebuah kota ada seorang Raja yang bijaksana. Ia memerintah rakyatnya dengan adil. Sang Raja punya menteri yang cerdas dan adil pula. Keduanya dicintai oleh rakyat. Di tengah kota ada sumur. Airnya segar. Seluruh penduduk kota minum dari air sumur itu lantaran tidak ada sumur lain di kota.

Suatu ketika, seorang penyihir singgah di kota tersebut. Ia membawa botol kecil berisi air. Sang penyihir berdiri di bibir sumur, sementara sumur itu dikelilingi oleh khalayak ramai. Sang penyihir berseru, “Aku akan meneteskan tujuh tetes air dari botol ini ke dalam sumur. Barangsiapa minum air sumur ini, ia akan menjadi gila atau mati.”

Di hari berikutnya, penduduk kota dilanda kehausan. Mereka pergi ke sumur dan minum airnya. Padahal sebelumnya mereka ketakutan karena kata-kata sang penyihir. Usai minum air sumur itu, tidak ada satupun penduduk yang mati, tapi semuanya menjadi gila.

Sang raja pun merasa kehausan, tapi ia takut menjadi gila atau mati. Demikian pula menterinya. Saat penduduk kota mendengar kabar bahwa raja dan menterinya belum minum air sumur, mereka berlarian ke jalan dan ke sudut-sudut kota seraya berseru, “Raja dan menteri kita sudah gila!”

Saat sore tiba, Raja mengetahui kelakuan rakyatnya. Ia pun mengundang mereka ke pelataran istana. Raja menitahkan agar ia diberi piala emas yang berisi air sumur. Rakyatpun bergegas memenuhinya dan mempersembahkannya kepada raja. Seketika itu pula sang raja menyambut piala dan minum airnya. Lalu ia berikan piala kepada menteri yang serta merta menghabiskan sisa airnya.

Usai menyaksikan peristiwa itu, rakyat pun kembali turun ke jalan. Kali ini mereka berseru, “Raja dan menteri kita sudah kembali waras!”

***

Siapa yang edan?

Entah. Barangkali orang yang kita nilai edan ternyata ialah yang waras dan justru kita yang edan.

اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Allahumma arinal-haqqa haqqan warzuqnat-tiba’ah, wa arinal-batila batilan warzuqnaj-tinabah, bi rahmatika ya arhamar-rahimeen.

“Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran sebagai kebenaran dan ikutkan kami ke dalamnya dan tunjukkanlah kepada kami kebatilan sebagai kebatilan dan hindarkan kami darinya.”